Salah satu ciri
bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, intelektual dan
produktivitas yang tinggi. Ketiga hal tersebut sangat dipengaruhi oleh status
gizi[1]. Sejak
awal kemerdekaan Indonesia, Bapak Gizi Indonesia, Prof. Poerwo Soedarmo sudah
mengungkapkan pentingnya gizi dalam kehidupan bangsa. Sejak saat itu, beliau
juga telah menggagas Hari Gizi Nasional sebagai awal gerakan pendidikan gizi
kepada masyarakat. Untuk melanjutkan gerakan pendidikan gizi kepada masyarakat
Indonesia, disepakatilah bahwa setiap tanggal 25 Januari diperingati sebagai
Hari Gizi Nasional[2].
Hingga saat ini,
masalah gizi masih dihadapi oleh bangsa Indonesia. Bukan hanya masalah
kekurangan gizi, tetapi juga kelebihan gizi[3]. Masalah
gizi berpengaruh kepada status kesehatan dan kualitas sumber daya manusia.
Masalah gizi disebabkan karena pola makan yang tidak seimbang. Kekurangan gizi
tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik (stunting/pendek) dan penurunan
daya tahan tubuh terhadap penyakit, tetapi juga pada perkembangan mental dan
kecerdasan. Kekurangan gizi menurunkan sumber daya manusia, menurunkan
kemampuan mencapai pendidikan tinggi, rendahnya daya saing, rentannya terhadap
penyakit, yang pada akhirnya menurunkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga[4],[5],[6].
Sedangkan kelebihan gizi juga menyebabkan seseorang beresiko mengalami berbagai
penyakit degeneratif, seperti hipertensi, stroke, penyakit jantung koroner,
diabetes mellitus dan kanker. Dalam jangka panjang, baik kekurangan gizi maupun
kelebihan gizi dapat menurunkan usia harapan hidup dan menurunkan kualitas
bangsa6.
Pendidikan gizi
atau lebih dikenal sebagai kegiata KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan perilaku gizi
masyarakat adalah salah satu upaya penanggulangan beban ganda masalah gizi yang
paling efektif dan mempunyai daya ungkit tinggi untuk memperbaiki perilaku
konsumsi makanan yang lebih sehat. WHO mengemukakan bahwa 80% penyakit jantung
prematur, stroke dan diabetes serta 40% kanker dapat dicegah dengan menerapkan
pola konsumsi makanan yang sehat yang mengacu pada pesan gizi seimbang.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu digalakkan kampanye yang terfokus
pada promosi makanan beragam, sesuai dengan kebutuhan tubuh dan aktivitas fisik
yang teratur-terukur, serta makanan yang aman1. (DPC PERSAGI Kota Malang/WR)
[1] Ditjen Bina
Gizi dan KIA Kemenkes RI, 2013. Naskah Akademik Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta:
Ditjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI
[2] Ditjen Bina
Gizi dan KIA Kemenkes RI, 2011. Gizi Seimbang Investasi Bangsa.
www.gizikia.depkes.go.id. Diakses 17 Januari 2015
[3] Kemenkes
RI, 2013. Gizi Siembang, Bangsa Sehat Berprestasi. www.depkes.go.id
[4] Saptawati
Bardosono, 2009. Masalah Gizi di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol.
59 No 1, Januari 2009, hal 491-494.
[5]BAPPENAS RI,
2012. Kerangka Kebijakan Gerakan Sadar Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama
Kehidupan (1000 HPK). http://kgm.bappenas.go.id
[6] Dedeh
Kurniasih, Hilman Hilmansyah, Marfuah Panji Asuti, Saeful Imam, 2010. Sehat dan
Bugar dengan Gizi Seimbang. Jakarta: Kompas Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar